Jumat, 02 Januari 2015

Prof. Dr. Ir. Herman Johannes

Prof. Dr. Ir. Herman Johannes, sepupu kandung Prof. Dr. W. Z. Johannes, (lahir di Rote, NTT, 28 Mei1912 – meninggal di Yogyakarta, 17 Oktober 1992 pada umur 80 tahun) adalah cendekiawan, politikus, ilmuwan Indonesia, guru besar dan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM 1961-1966), Serta Pahlawan Nasional Indonesia.




Herman Johannes dilahirkan di Keka, Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, pada tanggal 28 Mei 1912. Ia menempuh pendidikan setingkat sekolah dasar dan sekolah menengah di Kupang, Makasar, dan Jakarta. Karena prestasi belajarnya sangat baik selama di AMS (setingkat SMA), ia mendapat beasiswa untuk mengikuti kuliah di Technische Hogeschool (THS; Sekolah Tinggi Teknik) di Bandung. Kuliah ini tidak dapat diselesaikan pada waktunya, sebab pada waktu Jepang menduduki Indonesia, THS dan beberapa perguruan tinggi lain ditutup. Barulah pada tahun 1946 Johannes memperoleh gelar insinyur. 

Kegiatan kuliah diselingi Johannes dengan kegiatan dalam organisasi. Bersama beberapa teman-temannya Simon K. Tibuludji, Izaak Huru Doko, Josef Toelle dan Chris Ndaumanu, ia mendirikan Timorsche Jongeren yang langsung diketuainya. Organisasi ini kemudian berganti nama menjadi Perserikatan Kebangsaan Timor (PKT) dan bertujuan untuk memajukan masyarakat Timor. Pada masa kuliah ini pula sosok Johannes sebagai ilmuwan mulai tampak. Ia sering menulis karangan ilmiah yang mendapat perhatian dan pujian dari kalangan akademisi. Karangannya dimuat dalam majalah De Ingenieur in Nederlandsche Indie yang terkenal sangat selektif dan diskriminatif dalam menerbitkan karangan ilmiah.
 

 



Pada bulan-bulan pertama revolusi, Herman Johannes berada di Jakarta. Ia aktif membantu para pejuang menyelamatkan bahan-bahan peledak peninggalan Jepang yang terdapat di beberapa gudang penyimpanan. Ia juga berperan dalam pengambilan bahan peledak di Cipatat, dekat Bandung, dan mengirimkannya sebagian ke Yogyakarta. Pengetahuannya di bidang fisika dan kimia dimanfaatkan untuk merakit senjata api, antara lain granat.
Pada bulan November 1945 Herman Johannes pindah ke Yogyakarta. Ia diserahi tugas dan tanggung jawab untuk membangun dan memimpin Laboratorium Persenjataan Markas Tinggi Tentara Keamanan Rakyat (MT TKR). Oleh karena bekerja di lingkungan angkatan perang, ia diberi pangkat mayor. Selain membina laboratorium ini, Johanes juga disibukkan dengan tugas mengajar, antara lain di Akademi Militer, Sekolah Tinggi Teknik di Yogya, dan Sekolah Tinggi Kedokteran di Klaten. Pada waktu Belanda melancarkan agresi militer kedua, ia ikut bergerilya bersama pasukan Taruna Akademi Militer.
Sesudah perang kemerdekaan berakhir, Johannes menanggalkan atribut militernya. Ia bertekad untuk meneruskan pengabdian di dunia pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Namun, selama beberapa bulan dalam kabinet Natsir (September 1950 sampai April 1951), ia bertugas sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga. Dalam kabinet ini ia mewakili Persatuan Indonesia Raya (PIR) yang ia ikut mendirikannya pada tahun 1948.
Pengabdian Johannes di dunia perguruan tinggi lebih banyak berlangsung di Universitas Gadjah Mada. Jabatannya dimulai sebagai Ketua Fakultas Teknik, kemudian sebagai Ketua Fakultas Ilmu Pasti dan Alam (FIPA), dan terakhir sebagai Rektor Universitas Gadjah Mada (1961-1966). Berdirinya FIPA adalah atas gagasan Johannes.
 





Selain di bidang teknik, Johannes juga menaruh perhatian yang besar di bidang ketenagaan, mula-mula pada tenaga atom, kemudian energi pada umumnya. Khusus mengenai tenaga atom, dua kali ia mengikuti konferensi internasional sebagai anggota delegasi Indonesia, yakni di Jenewa tahun 1955 dan Tokyo tahun 1957. Di bidang energi, ia mengkhususkan perhatian pada masalah minyak bumi. Dengan perkiraan bahwa deposit minyak bumi semakin lama semakin berkurang, ia mengadakan penelitian untuk mencari bahan pengganti. Ia menemukan bahwa ilalang dapat dijadikan alternatif pengganti bensin.
Walaupun berlatar belakang pendidikan eksakta, ternyata Johannes juga menaruh perhatian di bidang noneksakta, khususnya bahasa. Pada masa pendudukan Jepang, ia menjadi anggota Komisi Istilah di bawah pimpinan Sutan Takdir Alisyahbana. Pada tahun 1972-1978 ia menjadi anggota Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia.
 


Jl. Prof. Dr. Ir. H. Yohanes di kota Jogjakarta,
selain itu juga namanya diabadikan menjadi nama jalan di Kota Kupang tanggal 29 Juli 2011
dan nama hutan lindung di Amarasi, Kab. Kupang dengan Hutan Raya Prof. Dr. Ir. Herman Johannes sejak 1996


Di samping kegiatan sebagai peneliti dan kegiatan di perguruan tinggi, Johannes juga sering terlibat dalam kegiatan kenegaraan. Pada tahun 1957 sampai 1959 ia menjadi anggota Dewan Nasional. Tugas sebagai anggota Dewan Perancang Nasional dijalaninya selama empat tahun (1958-1962). Kemudian, selama sepuluh tahun (1968-1978) ia bertugas pula sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung. Tugas lain ialah sebagai anggota Komisi Empat dalam rangka pemberantasan korupsi.
Herman Johannes meninggal dunia pada tanggal 17 Oktober 1992 di Yogyakarta, Ia merupakan ilmuwan yang menguasai beberapa bidang ilmu di samping ilmu yang secara khusus didalaminya di sekolah dan perguruan tinggi. Pengabdiannya kepada bangsa dan negara tidak terbatas hanya pada bidang keilmuannya, tetapi juga meliputi bidang lain. Ia pernah aktif di bidang politik dan di lingkungan militer. Sebagai ilmuwan, ia menghasilkan lebih dari 150 karya tulis, baik yang berbentuk buku maupun artikel. Berkat pengabdian itu, ia menerima penghargaan berupa tanda jasa :
a. Bintang gerilya (1958)
b. Satya Lencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan (1961)
c. Satya Lencana Wira Karya (1971)
d. Satya Lencana Karya Satya Kelas I (1975)
e. Bintang Mahaputra Utama III (1973)
Atas jasa-jasanya Pemerintah RI menganugerahi Gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor : 058/TK/Tahun 2009 tanggal 6 November 2009.